Rabu, 23 Desember 2015

TIGA BALATA

Tiga Balata, kota kecil di Kabupaten Simalungan Provinsi Sumatera Utara, kota yang teduh, tenang dan jauh dari kebisingan. Demikian aku menggambarkan, setiap aku teringat pada kota kecil ini. Sebagai kota asal bagi perantau yang terlahir disini, kota ini sudah pasti menjadi sebuah kenangan yang indah, dan menjadi sasaran puja puji.

Secara umum, penduduk Tigabalata dan sekitarnya hidup dari hasil pertanian. Sekalipun ada penduduk sebagai aparatur negara, jumlahnya tidaklah seberapa, karena instansi pemerintahan di kota ini tergolong sangat kecil jumlahnya. Selebihnya, penduduk Tigabalata dan sekitarnya juga bekerja menjadi karyawan di perkebunan serta menjadi masyarakat yang bekerja secara serabutan.

Sebelum diganti menjadi perkebunan kelapa sawit, dulunya Tigabalata dikelilingi perkebunan teh. Mulai dari Simpang Parmonangan, Sibunga-bunga sampai Hutaurung semua itu adalah wilayah perkebunan teh. Tetapi kini semua telah berubah. Tidak adalagi kebun teh, melainkan kebun kelapa sawit.

Mayoritas penduduk Tigabalata didiami masyarakat etnik Batak Toba, kemudian Batak Simalungun lalu etnik Jawa dan sebagian kecil etnik lain. Mereka tersebar diberbagai tempat di sekitar Tigabalata, dan telah memeluk agama Kristen, Katolik dan Islam. Walaupun ada, tak seberapa penduduk yang masih memeluk agama tradisional.

Hal yang unik dari kota kecil ini adalah, gelar pasar tradisional yang hanya terselenggara sekali dalam sepekan. Kalaupun dua kali, satu diantaranya hanyalah pasar yang bersifat asal ada. Artinya, komoditi yang dijual sebagai kebutuhan pasar tidaklah selengkap saat pasar utama digelar.

Dengan demikian, kota ini akan tampak hiruk pikuknya kala pasar tradisional sedang berlangsung, yaitu pada hari Jumat setiap pekannya. Selebihnya, hari demi hari akan terasa sepi.

Sekalipun kota ini tergolong sepi, namun kendaraan terus lalu lalang melalui kota ini. Kota kecil ini menjadi salah satu lintasan jalan provinsi, yang terkenal dengan sebutan jalan “Antar Lintas Sumatera”. Kendaraan yang lalu lalang itulah, yang kemudian sesekali dengan berani memecah keheningan, melintas lalu pergi meninggalkan kota seolah tak peduli.

Selain itu, kota kecil ini juga disebut dengan “Balata Pokkan” ( baca - Balata Pekan). Kata pekan ditambahkan, untuk lebih menegaskan wilayah mana yang hendak diberitahukan. Dengan menyebut Balata Pokkan, orang-orang sekitar akan mengetahui bahwa yang dimaksud adalah Tigabalata, tempat pasar tradisional diselenggarakan setiap pekan.

Sekecil apapun Tigabalata, kota ini tentu sangat dicinta oleh masyarakatnya dan akan selalu dirindukan oleh perantaunya. Relasi antar masyarakat yang berdasarkan asas kekeluargaan yang kuat, membuat kerinduan setiap perantau terus meninggi lalu melahirkan keinginan untuk kembali pulang dan berinteraksi di kampung halamannya ini.

Kampung halaman adalah sebuah tempat dimana berbagai peristiwa bisa tercipta, dan menjadi alat yang baik untuk digunakan dalam mengenang peristiwa masa silam. Ia menjadi tempat tujuan pulang dari perantauan, tempat yang selalu dirindukan saat keinginan pulang kampung belum sempat terwujud.

Sekalipun aku bukan putera daerah Tigabalata, namun tak sedikit kenanganku tinggal di kota ini. Dengan tak menapikan unsur lain, cinta adalah salah satu alasan mengapa aku harus berhubungan dengan Tigabalata. Karena urusan asmara, kemudian aku sering melintas di kota ini, sehingga aku mengenalnya lebih banyak.

Dari kota ini aku mendapatkan salah satu anugerah terbesar, dimana aku bertemu dengan tulang rusukku, yaitu wanita yang hingga kini mendampingi aku. Inilah salah satu peristiwa besar hidupku, dimana kota Tigabalata masuk menjadi salah satu warnanya. Dari kota ini, aku menambah dua lagi orang tua bagiku, ayah dan ibu mertuaku, kakek dan nenek dari anak-anakku.


Sekian dan Terimakasih ... SALAM GEMILANG

Senin, 14 September 2015

SIBORONG-BORONG

Sekalipun kecil, kota Siborong-borong memiliki sebuah terminal. Ditempat ini, seluruh kendaraan umum melaporkan aktivitasnya , baik untuk Siborong-borong dan sekitarnya, maupun kendaraan umum yang sekedar melintas dari kota ini.

Terminal Siborong-borong setiap hari memang tidak terlalu ramai dikunjungi kendaraan yang keluar masuk, tetapi setiap hari geliatnya selalu ada. Berbeda dengan saat pasar tradisional sedang berlangsung, maka kegiatan di terminal ini akan sangat padat.

Mengenang dan bercerita tentang kampung halaman tak pernah ada bosannya. Banyak hal yang dapat dijadikan bahan saat bercerita tentangnya. Tidak ada alasan bagi siapapun, untuk tidak memuji kampung halaman, tempat dia lahir dan tumbuh berkembang. Kampung halaman selalu menjadi yang terbaik dari setiap kampung yang ada di muka bumi ini.

Siborong-borong memang bukan tanah tempat aku dilahirkan, bukan pula tempat aku dibesarkan. Tetapi Siborong-borong tak mungkin bisa terlepas dari riwayat hidupku. Aku adalah anak keturunan Suku Batak Toba, yang berasal dari kota Siborong-borong. Dari kota ini kemudian kami menyebar dan dapat ditemukan di seluruh pelosok Nusantara.

Seperti kota-kota lain di pelosok nusantara, Siborong-borong juga punya penganan khusus yang dikenal dengan nama "Ombus-ombus. Penganan ini menjadi "icon" Kota Siborong-borong, dan terkenal sampai manca negara, sebagai salah satu dari ragam kuliner yang ada di Kota Siborong-borong. Tidak lengkap rasanya, jika berkunjung ke Siborong-borong tidak membawa Ombus-ombus sebagai buah tangan.

Menjadi pertanyaan bagi saya, bagaimana Ombus-ombus itu tampak sangat panas saat berada di tangan penjual, namun sesaat setelah sampai ditangan kita, Ombus-ombus segera menjadi dingin dan keras, seiring dengan berlalunya penjual dari hadapan kita. Hingga kini, aku belum mendapatkan jawaban yang tepat untuk pertanyaan itu ... hehehehehehehe

Masyarakat Kota Siborong-borong sudah seharusnya bangga, walaupun tergolong kecil, kota mereka memiliki bandar udara bertaraf internasional. Sebelum mengalami perbaikan, Bandara Silangit hanya bisa disinggahi pesawat berbadan kecil. Tetapi lihatlah sekarang, pesawat berbadan besarpun telah mendarat di Bandar Udara Internasional Silangit .

Setelah mengalami perbaikan diberbagai sudut, lalu landas pacu Bandara Silangit diperpanjang menjadi 2650 meter, kemudian dilengkapi pula berbagai fasilitas pendukung, maka pada hari Jumat 24 November 2017 Presiden Republik Indonesia saat itu Bapak Joko Widodo berkenan meresmikannya, menjadi Bandara Internasional Silangit. Sejak saat itu Bandar Udara Silangit, resmi dioperasikan dan digunakan untuk penerbangan secara internasional.

Memiliki bandar udara bertaraf internasional, membuat Kota Siborong-borong semakin dikenal di dunia internasional. Semakin banyak orang yang datang dan pergi melalui Bandara Internasional Silangit, baik sebagai perantau maupun sebagi turis. Sebagai turis mancanegara maupun turis domestik.

Setiap orang yang menggunakan jasa penerbangan menuju Daerah Wisata Danau Toba, akan lebih efektif jika mendarat di Bandara Silangit daripada di Bandara Kualanamu Medan. Disamping lebih dekat, para wisatawan mendapat suguhan langsung panorama yang indah, saat mendarat dan juga selama perjalanan dari

Bandara Silangit menuju berbagai tempat wisata di sekitar Danau Toba. Sejak Bandar Udara Internasional Silangit diresmikan penggunaannya, kota Siborong-borong berubah menjadi kota yang lebih hidup. Seperti bandara Silangit semula sangat langka kegiatan, kini tampak lebih sibuk apalagi Bandara Silangit telah menjadi pintu masuk  menuju berbagai daerah tujuan wisata disekitar Danau Toba, dan daerah wisata lain di Tapanuli dan sekitarnya.

Keunikan lain dari Siborong-borong adalah, tumbuhan semak yang tumbuh secara liar dihutan pinggir Kota Siborong-borong. Masyarakat sekitar menyebut tumbuhan ini dengan nama Harimonting atau Lau-lau. Tumbuhan yang bernama Latin Rhodomyrtus Tomentosa ini, hanya dapat ditemukan di hutan sekitar Siborong-borong, dan di beberapa tempat sekitar Dataran Tinggi Toba.

Buahnya yang sangat manis, membuat setiap orang yang pernah kesini akan mencari lagi tumbuhan ini, setiap mereka memiliki kesempatan untuk datang atau kembali ke kota ini. Hal ini menjadi salah satu alasan untuk selalu mengingat kota ini. Tumbuhan Harimonting, pasti akan mengingatkan setiap warga perantau, dan akan menjadi kenangan saat mereka belum punya kesempatan untuk pulang ke Siborong-borong.

Siborong-borong juga memiliki pacuan kuda, yang juga menjadi salah satu alasan lain bagi masyarakatnya untuk bangga. Di kota ini sering diselenggarakan turnamen balap kuda, sebagai ajang adu ketangkasan atas kuda yang dimiliki masyarakat. Peserta pada lomba balap kuda di Siborong-borong ini, juga datang dari luar kota, bahkan dari luar pulau.

Penduduk kota ini sudah cukup majemuk. Selain suku Batak Toba, Batak Mandailing, Batak Angkola, diketahui Suku Minangkabau juga sudah cukup lama tinggal dan hidup di kota ini. Masyarakat kota ini hidup berdampingan dengan menjungjung tinggi nilai toleransi atas perbedaan diantara mereka.

Disamping agama Kristen, penduduk Siborong-borong juga memeluk Katolik dan Islam. Kalaupun ada, pemeluk agama tradisional tidaklah terlalu banyak populasinya.
Demikian sekilas cerita tentang kota Siborong-borong ... !


SALAM GEMILANG

Minggu, 23 Agustus 2015

PONDOK HOMBING, SILAU DUNIA

Pondok Hombing ... demikian masyarakat sekitar menyebut sebuah lokasi yang kini digunakan Perusahaan Perkebunan Negara sebagai perumahan karyawan mereka. Sebagai bagian dari Kecamatan Silau Kahean, lokasi ini menjadi wilayah pelayanan Pemerintah Kabupaten Simalungun - Provinsi Sumatera Utara.

Adalah seorang pria dari Siborong-borong menjadi awal terjadinya sebuah tempat, yang hingga kini menggunakan marganya yakni Marga Sihombing. Pria itu adalah SARITA TITUS SILABAN, yang meninggalkan kampung halamannya, manombang (merantau) ke Tanah Serdang Bedagai, akibat pekerjaannya sebagai guru terpaksa berhenti, karena sekolah tempatnya bekerja sebagai pendidik, ditutup seiring di proklamirkannya Indonesia menjadi sebuah bangsa yang merdeka.

Sarita Titus Silaban sendiri lebih dikenal di perantauannya dengan sebutan Pak Sihombing. Hal itu terjadi karena memang saat datang pertama kali, beliau memperkenalkan dirinya sebagai seseorang ber marga Sihombing, yang kemudian menjadikan marga itu menjadi identitas beliau pada pergaulannya di tengah masyarakat setiap hari, dan sejak saat itu beliau dipanggil dengan nama panggilan Pak Sihombing. 

Pada awalnya, Pak SIHOMBING dan kawan-kawan membuka lahan ditepi hutan, dan merubahnya menjadi lahan pertanian. Tambah hari bertambah pula orang yang mengikuti mereka membuka lahan dan menetap disana bersama dengan Pak Sihombing dan kawan-kawan sebagai petani penggarap. 

Sungguh malang nasib Pak Sihombing dan kawan-kawan, ternyata lahan yang mereka buka dan telah diusahai dalam waktu yang sudah cukup lama, kemudian diambil oleh PT Perkebunan Negara. Belakangan diketahui, rupanya tanah yang mereka garap adalah milik PT Perkebunan Negara, sehingga membuat mereka harus berurusan dengan pejabat berwenang, dengan tuduhan mengusahai tanah PT Perkebunan Negara secara tidak sah. 

Peristiwa itu membuat Pak Sihombing (sebagai perwakilan warga penggarap) terpaksa berulang kali berurusan dengan pihak berwajib untuk dimintai keterangan. Saking seringnya dipanggil, Pak Sihombing dan tanah garapannya menjadi populer dikalangan masyarakat sekitar, sehingga tanah garapan dan figur Pak Sihombing menjadi hal sulit untuk dipisahkan.

Membicarakan Pak Sihombing, sudah pasti membicarakan tanah garapan, dan sebaliknya jika membicarakan tanah garapan sosok Pak Sihombing pasti akan terbawa. Begitulah issu itu terus berkembang di kalangan masyarakat, sehingga setiap orang yang menunjuk ke wilayah itu, dipastikan akan menyebut dengan nama Pondoknya Pak Sihombing, lalu hal itu kemudian berlangsung secara terus menerus, dan akhirnya setia pada sebutan Pondok Hombing. 

Begitulah peristiwa itu terjadi, dan penggunaan nama Pak Sihombing, abadi hingga sekarang. Bahkan ketika PT Perkebunan Negara mendirikan perumahan karyawan dengan nama Pondok Baru di bekas perkampungan yang dibuka Pak Sihombing, namun hal itu tidak mampu menghapus sebutan Pondok Hombing, sebab Pondok Hombing sebagai identitas untuk wilayah bekas perkampungan Pak Sihombing, sungguh telah melekat sangat kuat di hati masyarakat. 

Nah ... sejak saat itu nama Pak Sarita Titus Sihombing Silaban (Pak Hombing) melekat kuat dan digunakan sebagai identitas pondok (kampung) tersebut sampai sekarang (2018).


SALAM GEMILANG

Rabu, 10 Juni 2015

PEMATANGSIANTAR


Jalan Patuan Nagari (dari Rajawali menuju Martoba), yang oleh masyarakat Pematangsiantar lebih sering disebut daerah Parluasan. Volume kegiatan di jalan ini setiap hari sangat sibuk.

Masyarakat dari berbagai golongan, suku dan agama serta lapisan yang berbeda, setiap hari datang ke tempat ini, berbaur menjadi satu, membuat keberagaman itu tampak indah dan mengagumkan.

Pematangsiantar, kota yang terkenal dengan "pareman siantarnya", selalu terlepas dari provokasi yang tak berguna. Hal itu menunjukkan bahwa, betapa tingkat kesadaran akan kebersamaan didalam perbedaan di kota ini, sudah mencapai tingkat yang lebih tinggi.

Sebagai seseorang yang berasal dari kota ini, aku sangat bangga. Aku selalu memiliki kesempatan untuk berangan-angan, jika aku selalu berada di sekitar kota ini. Ya .. Kotamadya Pematangsiantar.

Semoga damai selalu ... Salam Persaudaraan ........ !!

SALAM GEMILANG 

BANDUNG SELATAN

Seperti terbangun dari mimpi, begitulah perasaan ketika melihat pemandangan yang indah iitu. Sekian lama, satu kali dalam seminggu, dipastikan lokasi itu aku lalui, jika bertolak dari di Banjaran menuju Pangalengan. 

Tertarik oleh sudah tidak menumpuknya sampah disekitarnya, aku memberanikan diri untuk turun, sekedar untuk melihat saja. Betapa kagetnya aku, rupanya tempat yang aku lihat selama ini dengan sampah berserakan, ternyata jurang yang dalam. 

Aku meneruskan perjalanan mata, menarik garis pandangan lurus kedepan, kemudian aku menemukan pemandangan yang eksotik. Wow ... luar biasa. Demikian aku memutuskan memberikan nilai yang sangat baik untuk lokasi itu. Tak menunggu lama, dengan kamera ponselku, kuambil gambar dan tampaklah seperti yang terlampir di tulisan ini.

Secara geografi, lokasi ini masuk didalam wilayah administrasi Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung. Lebih kurang 50 km ke arah selatan kota Bandung, dengan perjalanan lebih kurang satu setengah jam, akan sampai di lokasi ini. 


SALAM GEMILANG

Minggu, 03 Mei 2015

DANAU TOBA, BUKIT SIMARJARUNGJUNG

Kabupaten Simalungun di Sumut menjadi salah satu lokasi terbaik untuk menikmati indahnya Danau Toba. Lihatlah keindahannya dari Bukit Simarjarungjung. Danau Toba di waktu sore, dipandang dari bukit Simarjarunjung, nilai eksotis yang ditawarkan sungguh memiliki harga yang tinggi, ditambah pula suasana mistis yang membuat berdiri bulu kuduk.


Perjalanan wisata menikmati Danau Toba dari Bukit Simarjarunjung telah direncanakan beberapa hari sebelumnya. Entah mengapa terbersit di pikiran, destinasi wisata kali ini temanya adalah 'Menikmati Danau Toba dari Bukit Simarjarunjung'. Anehnya, semua anggota keluarga mengamininya tanpa syarat.


Setelah melengkapi semua bekal baik konsumsi maupun perlengkapan dan memuatnya di kenderaan yang tersedia, kami mulai perjalanan setelah melakukan doa bersama. Bagi traveler yang ingin liburan ke Bukit Simarjarunjung, bisa langsung mampir ke Kabupaten Simalungun di Sumatera Utara.


SALAM GEMILANG